KASUS PELANGGARAN PAJAK

Tidak Setor Pajak Pertambahan Nilai Rp 10,7 Miliar, Bos PT HMS Ditahan

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Utara menyerahkan CPT, tersangka pengemplang pajak Rp 10,7 miliar ke Kejaksaan Tinggi DKI.

CPT merupakan Direktur PT HMS yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Waluyo menerangkan, penyidikan kasus manipulasi pajak ini dilakukan Kanwil DJP Jakarta Utara. 

"Kita menindaklanjuti dengan membuatkan tuntutan perkara pidananya," katanya. 

Saat dilimpahkan petugas Kanwil DJP Jakarta Utara ke kejaksaan, tersangka mengenakan kemeja putih lengan panjang bermotif garis-garis. Tersangka juga tak memberikan pernyataan apapun kala digiring ke ruangan Pidana Khusus (Pidsus) Kejati DKI. "Petugas Kanwil DJP dan tersangka datang pukul 10," sebut Waluyo. 

Proses pelimpahan berkas perkara, barang bukti, dan ter­sangka pun tak berlangsung

lama. Menjelang tengah hari, CPT sudah resmi di bawah pengawasan Kejati DKI. "Kejaksaan langsung menetapkan penahanan CPT di Rutan Kejaksaan Cabang Salemba," ucapnya. 

Dia menambahkan, untuk kepentingan percepatan proses penyusunan memori dakwaan, Kejati DKI langsung berkoor­dinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. "Berkas perkara­nya sudah lengkap. Jadi tinggal penuntutan saja. Ditangani Kejari Jakarta Utara," kata Waluyo.

Dalam berkas perkara disebut­kan, PT HMS merupakan wajib pajak yang sejak Agustus 1993 tercatat di wilayah administrasi Kanwil DJP Jakarta Utara. 

Modus operandi yang dilaku­kan tersangka yakni melakukan penyerahan barang kena pajak tetapi tidak menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut. 

Tersangka juga diduga tidak me­nyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPPT) atas pajak penghasilan perusahaannya seba­gaimana mestinya. Akibat tinda­kan tersangka negara mengalami kerugian Rp 10,7 miliar. 

Waluyo menyebutkan, pada pemeriksaan bukti permulaan pada 2013 lalu, pemeriksa pajak telah memberikan kesempatan kepada tersangka untuk memper­baiki kesalahannya. "Berdasarkan pasal 8 ayat 3 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983, wajib pajak berhak untuk menyelesaikan persoalannya," tuturnya.

Namun kesempatan yang diberikan tak diindahkan ter­sangka. Kasus ini pun naik ke penyidikan pada 2014. Penyidik masih memberi kesempatan ke­pada tersangka untuk melunasi seluruh utang pajak perusahaan­nya. Lagi-lagi, kesempatan ini tak dihiraukan tersangka. 

"Dua kesempatan yang diberi­kan oleh penyidik pajak sama sekali tak dipatuhi tersangka," kata Waluyo. 

Penyidik pun menyerahkan kasus tindak pidana perpajakan ini ke penuntutan. Waluyo mengatakan, tersangka CPTdijerat melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf a dan b Undang-Undang nomor 6 tahun 1983, dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang. 

Waluyo berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi wa­jib pajak lain. "Ini menjadi per­ingatan bagi wajib pajak bandel agar secepatnya membereskan kewajibannya. Kejaksaan, ke­polisian dan Ditjen Pajak sudah komitmen untuk memproses dan menindak secara hukum setiap bentuk penyelewengan pajak," tandasnya.

Comments

Popular posts from this blog

PAJAK

CARA MEMBUAT ONLINE SHOP MELALUI PRESTA SHOP

APA ITU TOKOPEDIA?